HARI IBU adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran
seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan
sosialnya.
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita
dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di
Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran[6] yang sekarang berfungsi sebagai
kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl.
Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota
di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah
membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia
(Kowani).
Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan
membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan
kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Kalau Ayah mempunyai slogan yaitu Surganya Ibu di bawah kaki Ayah, tetapi
slogan Ibu adalah Surganya Anak di bawah kaki Ibu.
Di Indonesia hari ini dirayakan pada tanggal 22 Desember dan
ditetapkan sebagai perayaan nasional.
Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti
Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura,
Taiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau Mother’s Day (dalam bahasa Inggris)
dirayakan pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei. Di beberapa negara Eropa
dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day
(dalam bahasa Inggris) diperingati setiap tanggal 8 Maret.
Hari Ibu di Indonesia

Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami
oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina
Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini, Maria Walanda
Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting
sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari
berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk
berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu
yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara,
pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan
dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum
perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia
dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan
gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya
yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu
diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938.[7] Peringatan
25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota
Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.
Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316
tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara
nasional hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar